HIMA PLB Menyelenggarakan Seminar Pendidikan “Education for The Disabilities”

Seminar Pendidikan PLB 2017 ini diadakan pada tanggal 14 Mei 2017 pada pukul 08.00 – 13.00 WIB bertempat di Gedung Pusat Layanan Akademik (GPLA) Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Dihadiri peserta seminar dan tamu undangan sekitar 130 orang. Hadir juga Dekan FIP UNY untuk memberikan sambutan dan sekaligus membuka acara seminar. Dalam seminar pendidikan ini dihadiri juga Wakil Dekan III FIP, Dr. Sujarwo, M.Pd. dan Dosen Pendamping HIMA PLB Aini Mahabbati, S.Pd., M.A. Acara seminar pendidikan ini diisi oleh para pembicara yang sangat luar biasa dan sudah ahli di bidangnya diantaranya Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd. selaku Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa dan Wakil Rektor II UNY, Siyam Mardini, M.Pd. selaku Kepala SD Negeri Giwangan (SD Inklusi terbaik di Yogyakarta), dan Sikdam Hasyim Gayo sebagai disabilitas pertama yang menerima penghargaan International Award Young People dari Kerajaan Inggris.
Dalam sambutannya Dekan FIP menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai pendidik. Pertama, Isu pendidikan inklusif sudah menjadi isu global dan harus ditanggapi dengan serius. Pendidikan inklusi sudah tidak bisa dipertimbangkan lagi karena hal-hal berikut:
1. Indonesia sebagai negara yang bangsanya sudah memperjuangkan hak-hak anak disabilitas terutama dalam bidang pendidikan, sehingga sebagai pendidik kita tidak boleh diskriminasi terhadap peserta didik yang berkebutuhan khusus.
2. Keberadaan anak-anak disabilitas yang memiliki potensi yang luar biasa dan sudah banyak bukti bahwa anak berkebutuhan khusus yang memiliki prestasi yang hebat.
Kedua, memberi kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus di bidang pendidikan adalah sebuah kewajiban. Seperti arahan yang telah disampaikan oleh Rektor UNY kepada dosen dan karyawan UNY jika ada anak disabilitas yang mendaftar kuliah di UNY sudah seharusnya diterima dan diberi beasiswa penuh. Pihak UNY juga akan terus mengupayakan aksesibilitas yang ramah terhadap ABK dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada ABK tersebut.
Seminar sesi yang pertama disampaikan oleh Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd. membicarakan mengenai permasalahan kesetaraan hak penyandang disabilitas di dunia kerja. Masalah aksesibilitas pendidikan di Indonesia sudah berkembang pesat terbukti dengan adanya Sekolah inklusi dan Perguruan Tinggi yang sudah banyak menerima ABK. Menurut Ristek DIKTI menjelaskan bahwa “Daya saing itu tidak hanya pada Dosennya tetapi juga pada mahasiswanya”. Tantangan dari MEA bagi kita sebagai pendidik yaitu inovasi mengenai pembelajaran bagi ABK. Sebagai pendidik kita harus bisa menciptakan tenaga kerja ABK yang bisa unggul di dunia kerja. Sebenarnya di Indonesia sudah sangat banyak undang-undang atau hukum yang mengatur hak ABK dalam dunia kerja namun sayangnya dalam pelaksanaannya sendiri masih banyak halangan atau rintangan. Di Indonesia posisi ABK yang tidak bekerja sebanyak 74,6 % dan yang bekerja 25,4 %, dari hasil penelitian tersebut sudah jelas bahwa jumlah ABK yang bekerja di dunia kerja masih sedikit untuk itu dihimbau kepada pelaku bisnis untuk mempekerjakan ABK sesuai dengan kemampuan mereka agar banyak ABK yang bisa terserap di dunia kerja. Permasalahan ABK dalam dunia kerja ada 2 yaitu dari luar diri ABK dan dari dalam diri ABK, permasalahan dari luar diri ABK diantaranya ketaatan terhadap regulasi, persepsi masyarakat, ketidaksesuaian antara potensi diri dan tuntutan pasar kerja, serta kesiapan keluarga. Sedangkan permasalahan dari dalam diri ABK diantaranya adalah kondisi kecacatan, kemampuan mengembangkan diri, keterampilan yang dimiliki. Setiap mahasiswa dituntut memiliki keterampilan khusus untuk menghadapi ABK agar bisa mengembangkan keterampilan mereka. Dalam bimbingan dan konseling ABK, pengenalan diri merupakan sesuatu yang wajib. Karena perkembangan optimal akan menghasilkan kemandirian bagi ABK itu sendiri. Kaitannya dengan kerja sebagai pendidik harus bisa memberikan bimbingan mengenai dunia kerja supaya ABK mampu menemukan potensi mereka di dunia kerja yang mereka sukai.
ABK bisa kita kembangkan melalui Self-Employment yaitu mereka mmapu mencukupi kebutuhan mereka dengan membuat produk atau sesuatu yang mereka buat sendiri dan juga melalui Enterpreuner yaitu mengembangkan kreasi dan inovasi untuk dia jual. Kemampuan tersebut tidak semua ABK mampu hanya ABK yang tidak terhambat dalam intelegensinya saja. Intinya kenali anak berkebutuhan khusus setajam mungkin sampai ditemukan potensi yang bisa dikembangkan, yakin dan percaya ada potensi yang bisa dikembangkan dari mereka.
Seminar sesi yang kedua disampaikan oleh Siyam Mardini, M.Pd. membicarakan mengenai penyelenggaraan sekolah inklusi di SD Negeri Giwangan. Landasan filosofi SD Negeri Giwangan menjadi SD Inklusi adalah setiap anak mempunyai hak mendasar untuk memperoleh pendidikan. Setiap anak disini tidak hanya bagi anak normal saja tetapi juga bagi anak dengan kebutuhan khusus. Prinsip penyelenggaraan inklusi yaitu pemerataan dan peningkatan mutu, kebutuhan individu, berkelanjutan, dan keterlibatan. Manajemen sekolah inklusi di SD Negeri Giwangan adalah:
1. Kepesertaandidik
Peserta didik ABK setiap kelas dibatasi 2 anak.
2. Kurikulum
Kurikulum reguler yang dimodifikasi berdasarkan isi dan waktu sesuai karakter peserta didik dan dijabarkan ke dalam PPI (Program Pembelajaran Individu).
3. Proses pembelajaran
Pull out yaitu dilaksanakan di kelas reguler dengan guru pendamping khusus. Pada hari sabtu dilaksanakan hari inklusi bersama guru pendamping untuk belajar sesuai bakat dan minat siswa.
4. Tenaga Kependidikan
a. Kepala sekolah
b. Manajer inklusi
c. Guru Pendamping Khusus bantuan dari Disdikpora
d. Guru Pendamping Khusus yang diangkat sekolah
e. Guru Pendamping Khusus yang diangkat oleh orang tua
Manajemen pelayanan khusus di SD Negeri Giwangan yaitu setiap ABK mendapatkan guru pendamping khusus kecuali yang sudah dapat mandiri. Pelaksanaan pendampingan belajar dijadwal atau bergilir.
Seminar sesi yang ketiga disampaikan oleh Sikdam Hasyim Gayo membicarakan mengenai disabilitas membawa berkah. Mengapa disabilitas membawa berkah karena Sikdam sendiri merasakan setelah ia menjadi seorang tunanetra apa yang dia cita-citakan bisa tercapai semua dan semua penghargaan maupun prestasi yang ia raih bisa ia dapatkan setelah ia menjadi seorang tunanetra. Menurut Sikdam Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum dia merubahnya sendiri. Dari sini kita bisa simpulkan bahwa seorang disabilitas sebenarnya bukanlah suatu hambatan, yang menjadi hambatan hanya dari fisiknya saja karena apabila dia memiliki semangat dan kerja keras untuk meraih apa yang dia cita-citakan sebenarnya dia bisa meraih itu semua. ABK memiliki hak yang sama dengan manusia yang lain di Indonesia, jadi selagi kamu mampu berkaryalah semampumu. Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada hambanya yang mau berusaha. Sesulit apapun hidup ini pasti akan ada jalan. Tidak ada kata sukses tanpa usaha. Tidak ada manusia yang ingin dilahirkan menjadi seorang disabilitas yang dibutuhkan mereka hanya empati dan kepedulian kepada mereka kaum disabilitas. Cara membangkitkan semangat ketika menjadi seorang disabilitas yakni:
1. Selalu mensyukuri setiap detik kehidupan yang diberikan oleh Tuhan.
2. Tidak pernah melihat kekurangan apa yang kita miliki, namun fokuslah kepada kelebihan yang kita miliki.
3. Sangat percaya diri dengan apa yang kita lakukan.
4. Selalu berfikir positif, jangan habiskan waktu dengan segala sesuatu yang negatif.
5. Kerja keras mengejar apa yang kita inginkan.
Dalam seminar yang berlangsung selama kurang lebih lima jam ini banyak hal yang dapat kita ambil untuk mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas agar dapat mandiri. Memberikan akses pendidikan yang seluas-luasnya merupakan salah satu cara yang dapat kita tempuh agar kebutuhan akan ilmu penyandang disabilitas dapat terpenuhi. Perbaikan sistem, infrastruktur yang aksesibel dan memberikan perlakuan yang setara dengan orang normal serta tidak ada lagi bullying merupakan langkah nyata dukungan kita kepada para penyandang disabilitas. (hima-yay)