Jurusan Pendidikan Luar Biasa Menambah Satu Guru Besar

Sabtu (14/5), Universitas Negeri Yogyakarta menyelenggarakan pengukuhan 5 Guru Besar di Performance Hall FBS. Salah satunya adalah Prof. Dr. Mumpuniarti, M.Pd., dari Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan. Mumpuniarti dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Hambatan Intelektual. Pidato pengkuhan dengan judul “Peran keluarga untuk pengasuhan kemandirian anak dengan hambatan intelektual di era abad 21” disampaikan dihadapan Rektor, senat dan tamu undangan.

Peran keluarga mempunyai peran yang sangat strategis untuk perkembangan pendidikan bagi peserta didik menuju kedewasaan. Kedewasaan merupakan tujuan utama dalam pendidikan. Kedewasaan peserta didik tanpa adanya hambatan akan menjadikan oran tua tidak banyak mengalami kendala. Namun berbeda dengan orang tua yang memiliki anak dengan hambatan salah satunya Hambatan Intelaktual (HI), memiliki kesulitan dan beban depersi yang tidak ringan. Berdasarkan kondisi di lapangan masih banyak orang tua atau lingkungan yang masih kurang memperdulikan peserta didik dengan hambatan intelektual. Masalah yang muncul dalam keluarga yaitu suram masa depan, sulit untuk di atur, beban keluarga dan sering diabakan. Perlu adanya peran support dari guru tentang parent education untuk mencari solusi dan program yang sesuai untuk dilaksanakan di rumah.

Mumpuniarti merumuskan peran pengasuhan keluarga bagi anak dengan hambatan intelektual menggunakan prinsip ABCD yaitu:

  1. Acceptance. Menerima keadaan anak dengan HI sepenuh hati (acceptance). Hal itu dapat dilakukan oleh keluarga akan memberikan pemahaman kondisi anak tidak hanya dari kelemahannya, tetapi juga potensi yang dimiliki. Potensi yang dimiliki oleh anak harus dihargai oleh keluarga dengan memberikan support dan fasilitas untuk kesempatan belajar yang dapat dilakukan oleh anak dengan HI. Aldersey, dkk (2012) mengemukakan bahwa persepsi dari keluarga tentang anak dengan HI menentukan penerimaan keluarga. Persepsi itu yang membentuk konseptualisasi tentang anak dengan HI. Konseptualisasi berperanan bagi keluarga untuk mengidentifikasi peran yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam rangka mencapai kualitas hidup.
  2. Build (membangun) untuk aktivitas kehidupan sehari-hari (activity day living) di dalam suasana rumah. Seluruh aktivitas kehidupan sehari-hari adalah wahana, fasilitas, dan kesempatan belajar bagi semua anggota keluarga. Untuk itu keluarga perlu mengidentifikasi dan menyusunnya sebagai layaknya lembaga formal yang aktivitasnya dengan susunan jadwal kegiatan yang resmi dan teratur (Assalam et al., 2018; Mumpuniarti, Ishartiwi, et al., 2021). Aktivitas sehari-hari di keluarga adalah kurikulum area domestik yang amat berharga. Anak dengan HI akan dapat belajar secara bermakna dan konteks kehidupan riil jika material yang dipelajari langsung dilakukan. Hal ini perlu keluarga melakukan coaching terhadap anak dengan HI, sehingga konteks kehidupan sehari-hari itu perlu diidentifikasi dan dibangun sebagai kurikulum belajar di dalam keluarga.
  3. Caring, keluarga memberikan perhatian dan perawatan. Perawatan dalam keluarga memerlukan suatu sikap keluarga yang sabar dan telaten (patient) terhadap di dalam pembinaan perilaku anak dengan HI. Keluarga yang memiliki anak dengan HI selalu diliputi oleh kondisi psikopathologis (Douma et al., 2006; Dreyfus & Dowse, 2020). Tantangan untuk melakukan caring adalah motivasi dari keluarga bahwa mampu untuk melakukan caring. Untuk itu, penerimaan dan persepsi terhadap anak sebagai dasar dari keluarga bahwa anak dengan HI dapat didorong berperilaku adaptif. Anak dengan HI memiliki problem yang utama pada perilaku adaptif (Davis & Carter, 2008; Tassé et al., 2012). Problem terhadap perilaku adaptif dari anak dengan HI perlu solusi dari keluarga. Solusi dari keluarga untuk berlatih dalam strategi dan metode untuk pembinaan perilaku adaptif. Kompetensi itu akan dicapai oleh keluarga, jika sikap caring selalu dibangun terus menerus oleh keluarga. Sikap optimis bahwa usaha yang begitu sabar dan telaten akan mendorong selalu mencari solusi untuk pembinaan perilaku adaptif.
  4. Dedication, sikap ini juga perlu dimiliki oleh keluarga dalam membimbing anak dengan HI. Tantangan berikutnya adalah mencari peluang bekerja di masyarakat. Kehidupan abad 21 menjadi tantangan sendiri bagi keluarga untuk mengarahkan berbagai keterampilan yang diperlukan pada abad 21. Sekiranya, aktivitas sehari-hari ditekuni dapat menjadi peluang pekerjaan untuk home service/maintenance dan pekerjaan kebersihan lingkungan rumah tangga, perkantoran, atau tempat fasilitas umum di masyarakat. Dedikasi keluarga berlanjut juga sampai masa depan yang dapat diraih oleh putera/puteri HI. Konteks kehidupan abad 21 menjadi pertimbangan untuk menggunakan peralatan untuk home servis di dalam aktivitas belajar anak dengan HI.

Pengasuhaan keluarga bagi orang tua yang memiliki putera/puteri dengan HI harus meyakini bahwa: anak-anak HI diberikan berbagai latihan dalam kehidupan sehari-hari lebih fungsional, anak HI untuk kemandirian perlu kecakapan hidup, keluarga pemeran utama menyediakan sumber daya fasilitas belajar anak HI di rumah, dan meyakini bahwa nurture ada manfaat dengan tetap mempertimbangkan nature kategori anak dengan HI. Keyakinan orang tua harus disertai menerima kondisi anak (acceptance), membangun selalu aktivitas sehari-hari sebagai kurikulum yang sesuai dengan kondisi anak (build), dapat menerima problem perilaku adaptif, sehingga berusaha untuk selalu membina dan merawatnya (caring), dan sikap mencari peluang pekerjaan (dedikasi) atau biasa disingkat ABCD.

“Terima kasih kepada semua pihak yang berkonribusi atas pencapaia guru besar saya. Terima kasih juga kepada keluarga anak dan suami saya yang selalu mendukung untuk mencapai guru besar. Khususnya Alm suami saya Dr. Hardiyanto M.Hum., yang pada tanggal 13 Februari 2022 berpulang ke rahmatullah semoga beliau tenang dan di tempatkan di sisinya.” tutup mumpuniarti dalam pidatonya. (nan/yay)